Jumat, 08 Mei 2015

Mengenal Sejarah Daun Salam

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Apa kabarnya Sahabat Herbal Mas Yudist? Pada kesempatan kali ini, mas Yudist akan memperkenalkan kepada sahabat semua tentang sejarah daun salam. Mungkin daun salam sudah tidak asing lagi untuk kita dengar, namun banyak juga diantara kita yang tidak mengetahui manfaatnya selain untuk penyedap masakan. Maka dari itu, mas Yudist akan memulai untuk membahas tentand sejarah daun salam dan mencoba mengulas lebih mendalam tentang daun salam selama satu minggu kedepan.

1          1.   Sejarah Daun Salam
Lebih dari setengah jumlah manusia yang ada di dunia ini tidak ada lagi yang tidak kenal dengan daun salam. Daun salam dapat kita temukan di pasar, di toko rempah-rempah, di toko teluk daun kering, bahkan masih banyak orang yang menanam dan membudidayakan tanaman ini. Daun salam yang banyak kita kenal selama ini, sering kita gunakan sebagai pelengkap bumbu untuk penyedap masakan agar terasa lebih sedap dan lezat.
Salam ( Indonesian bay leaf, Indonesian laurel, Syzygium polyanthum), adalah daun aromatik untuk bumbu di Indonesia, Malaysia, Thailand, sampai ke India. Tetapi di India sendiri, selain daun salam, dikenal pula daun tejpat, atau tejpata (Indian bay leaf, Cinnamomum tejpata). Karena masih satu genus dengan tanaman kayu manis ( Cinamumum zeylanicum, Cinamumum burmani), aroma daun tejpat, sangat berbeda dengan daun salam yang masuk famili Myrtaceae, genus Syzgium. Masakan-masakan India kebanyakan menggunakan bumbu daun tejpat.
Di Indonesia salam adalah tanaman yang biasa dimanfaatkan daunnya untuk penyedap rasa pada masakan khas Nusantara, selain itu daunnya juga digunakan sebagai rempah pengobatan tradisional Indonesia. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Indonesian bay-leaf atau Indonesian laurel, sedangkan nama ilmiahnya adalah Syzgium polyanthum.
Penyebaran tanaman salam dari Asia Tenggara, mulai dari Burma, Indocina, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Pohon ini ditemukan tumbuh liar di hutan-hutan primer dan sekunder, mulai dari tepi pantai hingga ketinggian 1.000 m (di Jawa), 1.200 m (di Sabah), dan 1.300 m (di Thailand).
Daun salam tumbuh dan berkembang di lingkungan tropis yang memiliki kadar curah hujan dan sinar matahari yang cukup. Daun salam banyak ditanami oleh penduduk Indonesia atau asia lainnya dalam rumpun Melayu sebagai rempah atau bumbu penyedap makanan. Penanaman daun salam khususnya di Indonesia kebanyakan merupakan pohon penyusun tajuk bawah. Di samping itu salam ditanam di kebun-kebun pekarangan dan lahan-lahan wanatani yang lain, terutama untuk diambil daunnya.
Di Taiwan, Arab Saudi, dan Negeri Belanda, daun salam segar dijual dalam kemasan berisi belasan lembar daun. Pembelinya, terbanyak orang Indonesia, tetapi daun salam itu bersal dari Thailand. Sebab di negeri ini, daun salam masih dipanen dari pohon-pohon yang tumbuh liar di kebun rakyat.
Di sekitar Laut Tengah, termasuk di kawasan Timur Tengah, yang digunakan untuk bumbu daun Bay Laurel (Sweet Bay, Grecian Laurel, Laurel, Bay Tree, Laurus nobilis), yang diklaim sebagai bay leaf “asli” (True Laurel). Sementara di Amerika Serikat (AS), Dikenal sebagai California bay leaf (California laurel, Oregon myrtle, pepperwood, Umbellularia california). Aroma California bay leaf, sama kuatnya dengan bay leaf asli dari sekitar Laut Tengah. Cara menggunakan bay leaf untuk memasak, sama dengan penggunaan daun salam.
Di DKI Jakarta dan sekitarnya, tanaman salam digunakan sebagai peneduh jalan, dan elemen taman. Di Taman Monumen Nasional, Ancol, Taman Mini Indonesia Indah, dengan mudah kita jumpai pohon salam. Demikian pula di jalan-jalan di komplek perumahan, pohon salam juga dijadikan tanaman peneduh, pohon salam bisa tumbuh sampai 30 m, dengan diameter batang sekitar 60 cm. Kulit batang salam cokelat muda keabu-abuan. Seperti genus Syzgium lainnya, kulit batang salam juga pecah-pecah dan mengelupas, hingga membentuk sekresi pada permukaan batang.

1 komentar:

  1. Terimakasih atas infonya, sangat bermanfaat. Sumber bahan ini dari textbook atau jurnal apa ya?

    BalasHapus